KEPALA DAERAH JANGAN ASAL OBRAL MOU DENGAN PERGURUAN TINGGI

Nasional474 views

Jejakkriminal.com- Tanggapan Kritis Atas Kasus Pengiriman Mahasiswa Tugas Belajar ASN Pemerintah Daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Pada saat ini “marak” terjadi MOU dan/atau surat perjanjian kerja sama (PKS) antara beberapa kepala daerah (KDH) kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam bidang pendidikan dengan perguruan tinggi (PT), baik perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS), baik berasal dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung maupun dari luar daerah yang memberi akses kepada ASN pemda setempat untuk mengikuti program pendidikan sarjana dan pasca sarjana di PT tersebut. Dari sisi/pihak pemda pembuatan MOU/PKS dimaksud sebagai bagian dari program upaya peningkatan dan pengembangan KARIER dan KOMPETENSI ASN yang dengan bekal Pendidikan yang diperoleh

diharapkan para ASN tersebut dapat menjalankan tugas, terutama dalam memberikan pelayanan public yang berkualitas dan professional, baik dilevel jabatan administrasi,fungsional dan jabatan pimpinan tinggi (JPT). Persoalannya, apa yang diharapkan oleh pemda tidak sepenuhnya terwujud dan menimbulkan ekses psikologis pada ASN seperti penolakan penyesuaian ijazah yang bersangkutan oleh BKN. karena itu, menurut penulis perlu kecermatan, kehati-hatian serta pengkajian mendalam dari KDH sebagai pejabat

pembina kepegawaian (PPK) sebelum membuat MOU/PKS dengan perguruan tinggi, baik dari Aspek Legilitas Prosedural, Status Akreditasi dan Kualitas Akademik (misalnya memiliki dosen dengan jenjang fungsional mandiri, seperti ASSOC Professor, dan Professor sesuai dengan rasio yang ditentukan PT tersebut), serta memperhatikan prinsip-prinsip Good Governance, pencegahan kultur dan praktek KKN di tubuh birokrasi pemda dan penggunaan APBD yang efisien, efektif dan ber keadilan (Fredickson, New Public Administration, 1984).

Untuk mencegah ekses dan dampak negative tersebut serta bermaksud membuat “terang benderang” kenapa kasus penolakan pengesahan penyesuaian ijazah terus terjadi secara proporsional dan ikut berpartisipasi aktif dalam pengawasan social sebagai bagian dari system pengawasan pada System Administrasi Negara RI, untuk itulah tanggapan kritis dan tulisan singkat ini dibuat.

MAL ADMINISTRASI DAN KONSEKWENSINYA

Kasus penolakan pengesahan penyesuaian ijazah para ASN oleh BKN bukanlah hal yang baru terjadi, tetapi sudah berlangsung lama. Bahkan, sepanjang pengetahuan penulis masih terus terjadi sampai pada saat ini. Adapun dasar penolakan tersebut, karena melanggar dan tidak mengindahkan prosedur dan tata cara pengiriman tugas belajar ASN di PT sebagaimana diatur pada SE Menpan RB No.28 Tahun 2021, baik oleh ASN maupun oleh KDH sebagai PPK.

Menurut pengamatan penulis, salah satu penyebab pelanggaran tersebut terjadi oleh ketidaktahuan, ketidak cermatan dan/atau kurang memperoleh informasi yang komprehensip dalam memilih dan menetapkan PT penyelenggara, terutama yang menyangkut program studi yang ditempuh, apakah linier atau tidak dan status akreditasi PT tersebut, dan sebagainya. Kondisi ini dimanipulasi oleh oknum pengelola PT tertentu dengan memberikan informasi yang tidak utuh dan cendrung menyesatkan pada proses sosialisasi, baik pada tatap muka (berkunjung ke lokasi calon mahasiswa) maupun pada brosur yang

disebarkan ke publik. Mereka (oknum pengelola PT) hanya memikirkan keuntungan komersial semata demi eksistensi PT tersebut, terutama PTS yang memerlukan biaya operasional yang besar ditengah terbatas dan kompetitifnya pangsa pasar untuk mahasiswa pasca sarjana. Untuk itu bagi ASN perlu kehati-hatian/cermat/prudent dalam mengikuti/memilih program studi dan PT penyelenggara, agar segala pengorbanan waktu,tenaga, pikiran dan biaya yang dikeluarkan tidak menjadi sia-sia/mubazir. Bagi KDH sebagai PPK hendaknya dalam membuat MOU/PKS mengacu pada SE Menpan RB sebagai disebut pada uraian dimuka, agar kebijakan MOU/PKS tersebut legitimate dan tidak terjadi Mal Administrasi yang berimplikasi pada legalitas penggunaan APBD dan berarti MOU/PKS

tersebut tidak sah, dengan demikian batal demi hukum serta tidak layak dan patut dipertahankan keberlanjutannya. Sebagai bahan informasi disampaikan beberapa point penting yang menjadi dasar dan pedoman prosedur dan tata cara pengiriman ASN tugas belajar di PT yang diatur oleh SE Menpan RB tersebut:

1) PT harus minimal berstatus Akreditasi Amat Baik (B), bukan berakreditasi Baik (C),

dalam catatan penulis sering hal ini tidak diinformasikan secara jelas, dan cendrung ditutup-tutupi, sehingga menyesatkan dan keliru dalam memilih program studi dan PT

penyelenggara;

2) Program studi S2 yang dipilih harus linier, artinya jika S1 yang bersangkutan program

studi hukum pidana maka pada jenjang Pendidikan S2 dan S3 harus juga program studi hukum pidana. Jadi tidak boleh ada perbedaan dan harus konsisten jenjang program studi S2 dan S3 nya dan/atau ia tidak boleh memilih program S2 atau S3 dibidang ilmu ekonomi atau ilmu administrasi publik;

3) Berstatus tugas belajar, baik yang dibiayai oleh anggaran negara (APBN/APBD) maupun

atas biaya sendiri ditetapkan oleh KDH sebagai PPK, artinya ASN tersebut harus bebas dari tugas dinas organiknya selama masa perkuliahan sampai dengan selesai, dan/atau

ia tidak dapat tetap aktip apalagi masih memegang jabatan struktural sebagai kepala dinas. Kasus ini terjadi di suatu daerah, ini berarti bahwa mahasiswa harus aktip melakukan kuliah di PT tersebut, tidak ada kelas jauh dalam proses perkuliahan itu.

Kemudian bagi KDH sebagai PPK pada penetapan dan pengiriman ASN dengan status tugas belajar ke suatu PT selain berpedoman pada SE Menpan RB tersebut diatas, juga hendaknya didasarkan atas perencanaan kebutuhan organisasi yang telah disusun, bukan didasarkan atas pertimbangan kepentingan politik KDH semata, primordialisme, kronisme, apalagi bersifat akomodatif dan kooptasi balas jasa pada tim sukses pada pilkada yang lalu.

Selanjutnya, sesuai dengan prinsip negara demokrasi, proses recruitment bersifat transparan, akuntabel, rasional dan berkeadilan sebagai bagian upaya mewujudkan ASN yang berahlak mulia, memiliki kapasitas intelektual dan kompetensi professional mumpuni sebagai bekal dalam menjalankan tugas memberi pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat serta berkontribusi membantu mewujudkan program pemerintah pusat mempercepat transformasi birokrasi dari bersifat Spoil System ke Merit System.

Dalam pada itu, atas dasar penilaian terhadap kasus pembuatan MOU/PKS oleh beberapa KDH di provinsi ini dengan beberapa PT, dapat disimpulkan telah terjadi Mal Administrasi yang berimplikasi pada legalitas penggunaan APBD, karena tidak sesuai dengan yang diatur oleh SE Menpan RB tersebut. Selain itu, MOU/PKS berdampak menimbulkan ekses dan kompleksitas permasalahan dengan timbulnya kasus penolakan pengesahan penyesuaian ijazah oleh BKN, yang selanjutnya dapat menjadi Bom Waktu, seperti kasus pegawai honorer daerah yang sampai pada saat ini sulit mencari jalan penyelesaian masalahnya.

Kiranya ditengah merosot kepercayaan publik (tinggal 68,5%), penilaian tidak amanah (49,5%) para penyelenggara negara (Kompas, 1 Agustus 2022), serta sisa masa jabatan yang pendek (berakhir pada Tahun 2023/2024) hendaknya para KDH mewarisi LEGACY yang mencerahkan/mencerdaskan dalam bentuk pembuatan kebijakan yang bermanfaat bagi banyak orang tidak bias pada kepentingan pribadi KDH. Nabi Muhammad SAW, bersabda:

‘Mintalah Fatwa Kepada HatiMu Dalam Hal Patut Atau Tidaknya Suatu Tindakan”.

Achmad Fikry Rachman

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed