PANGKALPINANG| Jejakkriminal.com – Kisruh politik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung semakin memanas setelah pernyataan Wakil Gubernur, Hellyana, yang mengeluhkan pembatasan ruang geraknya oleh Gubernur Hidayat Arsani.
Pernyataan Hellyana yang terkesan mendiskreditkan dan menunjukkan dirinya terzholimi mendapatkan bantahan keras dari Abie Ridwansyah SE, Ketua DPC Projo Bangka Tengah sekaligus Ketua Tim Publikasi Pemenangan “Berdaya” Hidayat Arsani – Hellyana.
Menurut Abie, keluhan Hellyana terlalu berlebihan dan jauh dari kebenaran. Selain memunculkan berbagai pertanyaan krusial dari masyarakat, pernyataan tersebut justru menunjukkan bahwa Hellyana lah yang membangun “dinding” dan menutup diri, seolah melangkah tanpa berkoordinasi dengan Gubernur untuk memastikan keselarasan dan efektivitas tugas.
“Keluhan Wagub terlalu berlebihan. Dirinya merasa terzolimi itu tidak benar. Saya menilai apa yang saya rasakan sebelumnya. Apa yang beliau rasakan saat ini adalah hasil dari masa kampanye sebelum pemilihan hingga sekarang. Saat itu, dirinya sempat ingin mundur dari posisi Wakil Gubernur mewakili Bapak Hidayat Arsani. Ini terjadi tepat menjelang pilgub, maksudnya apa?” ujar Abie.
Dugaan bahwa Hellyana mencoba menciptakan ‘matahari kembar’ di Pemprov Babel menjadi salah satu penyebab ketegangan. Hal ini memicu ketidaksetujuannya untuk diatur, termasuk dalam hal perjalanan dinas (DL).
Hellyana merasa tidak perlu meminta izin atau persetujuan dari Gubernur, padahal Undang-Undang Pemerintahan Daerah dengan jelas menyebutkan bahwa Wakil Gubernur adalah pembantu Gubernur.
“Oleh karena itu, perjalanan dinas Wakil Gubernur pun harus mendapatkan izin dari Gubernur, sama seperti halnya Dewan yang perlu izin dari pimpinan Dewan untuk melakukan perjalanan dinas,” ungkap Abie.
Abie menambahkan bahwa sejak masa kampanye hingga pemerintahan Hidayat-Hellyana berjalan, ia kesulitan menghubungi Hellyana untuk bersinergi dalam hal publikasi demi kelancaran informasi publik.
“Beliau yang menutup diri, kok beliau yang merasa dibatasi. Beberapa kali saya menghubungi beliau, dari sejak kampanye hingga menjabat, tidak pernah ada respons, padahal saya ingin memastikan perjalanan pemerintahan ini berjalan baik dan diketahui publik,” ungkap Abie.
Lebih lanjut, Abie menyoroti masalah gelar palsu yang diduga digunakan oleh Hellyana sebagai bentuk pembohongan publik.
“Silakan publik menilai kekisruhan yang ditimbulkan. Nilai saja dari gelar palsu SH yang digunakan. Sampai saat ini, Wagub tidak pernah mengklarifikasi hal tersebut,
Abie menegaskan bahwa apa yang disampaikan oleh gubernur ada benarnya.
“Etikanya begini, wagub adalah bawahan dan perwakilan gubernur yang semestinya berkoordinasi dengan gubernur terkait semua kebijakan pemerintahan. Dimulai dari perjalanan dinasnya yang dibiayai dengan APBD yang berasal dari rakyat,” tegasnya.
Abie menyesalkan sikap Hellyana dan mempertanyakan komitmennya terhadap pemerintahan daerah serta integritasnya sebagai pejabat publik.
“Berpijak pada fakta-fakta yang mengguncang, mulai dari tidak mengklarifikasi dugaan gelar palsu, hingga menggiring opini di berbagai media. Pernyataan seperti ini mengindikasikan adanya disfungsi fundamental dalam kemitraan kepemimpinan yang seharusnya solid demi kemajuan daerah dan pelayanan publik,” ujar Abie.
Abie juga menyinggung dugaan bahwa Hellyana tidak serius mendampingi Gubernur sejak awal.
“Apakah beliau tidak ingat sebelum pencalonan, sempat ingin mengundurkan diri dari calon wagub?” Pernyataan ini membuka keraguan tentang motivasi dan kesungguhan Hellyana dalam memegang amanah rakyat.
Jika sejak awal sudah ada keraguan, mengapa pencalonan tetap dilanjutkan? Ini memunculkan spekulasi tentang kepentingan di balik jabatan yang jauh dari semangat pengabdian.
Namun, isu yang paling mencoreng integritas Hellyana adalah dugaan penggunaan ijazah palsu untuk gelar sarjana hukumnya. “Terkait dugaan ijazah palsu gelar sarjana hukum, inelum ada klarifikasi fakta sebenarnya, ini jelas pembohongan publik,” tandas Abie.
Pernyataan ini merupakan tudingan serius yang tidak bisa diabaikan. Dalam sebuah negara hukum, kebohongan publik, apalagi yang dilakukan oleh pejabat negara, adalah pelanggaran berat yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.
Konsekuensi dari penggunaan gelar palsu bagi seorang pejabat publik sangat besar. Pertama, kerusakan reputasi yang tak terhingga. Pejabat yang terbukti memalsukan gelar akan kehilangan kepercayaan masyarakat secara total, dan reputasi institusi yang diwakilinya pun akan tercoreng.
Kedua, sanksi hukum. Menggunakan gelar palsu dapat dikategorikan sebagai penipuan dan dapat dijerat sanksi pidana yang berat.
Ketiga, kehilangan jabatan. Jika terbukti bersalah, Hellyana dapat kehilangan posisinya sebagai Wakil Gubernur, yang akan menjadi preseden buruk bagi praktik pembohongan publik di kalangan pejabat.
Pertanyaan Abie, “Apakah masyarakat percaya dari awal dia yang membuat ketidakpercayaan masyarakat?” serta keluhan tentang komunikasi yang tidak direspons semakin memperjelas kegagalan Hellyana dalam membangun jembatan kepercayaan dengan publik.
Sebelum menuntut Gubernur, kata Abie, adalah hal yang wajar jika Hellyana menjawab terlebih dahulu serangkaian pertanyaan dan tudingan serius yang diarahkan padanya.
“Masyarakat Bangka Belitung berhak mendapatkan pemimpin yang berintegritas, jujur, dan berkomitmen penuh terhadap amanah yang diemban,” ujarnya.
Ini adalah panggilan bagi Hellyana untuk menghadapi tudingan ini dengan jantan, memberikan penjelasan yang transparan, atau mundur demi mengembalikan kepercayaan publik dan menjaga kehormatan jabatan.
“Integritas kepemimpinan adalah fondasi utama pemerintahan yang baik, dan jika fondasi itu retak, maka seluruh bangunan akan goyah,” tegasnya.
Abie berharap, Wagub Hellyana bisa bersinergi dengan Gubernur dengan cara berkoordinasi terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan agar pemerintah berjalan dengan muluts untuk kemajuan Bangka Belitung dan kemakmuran Masyarakat sesuai misi-visi .
“Besar harapan saya. Wagub bisa bersinergi dengan intens berkoordinasi agar misi visi berjalan dengan baik demi kemajuan ,dan kemakmuran Masyarakat Bangka Belitung “,tutup Abie.
Pentingnya Koordinasi Wakil Gubernur dengan Gubernur.
Dalam konteks pemerintahan daerah, perjalanan dan tugas seorang wakil gubernur sebaiknya dikoordinasikan secara erat dengan gubernur untuk memastikan keselarasan dan efektivitas tugas. Beberapa alasan mendasar mengenai pentingnya koordinasi ini meliputi:
1. Keselarasan Kebijakan: Wakil gubernur harus memastikan bahwa setiap kegiatan dan inisiatif yang diambil sejalan dengan kebijakan dan prioritas yang telah ditetapkan oleh gubernur. Koordinasi yang baik akan mencegah tumpang tindih program dan memastikan semua upaya mendukung visi pembangunan daerah yang sama.
2. Efisiensi Waktu dan Sumber Daya: Dengan koordinasi yang efektif, waktu dan sumber daya yang tersedia dapat dioptimalkan. Perencanaan yang terpadu akan menghindari duplikasi pekerjaan dan mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien untuk mencapai tujuan bersama.
3. Pengambilan Keputusan yang Tepat: Dengan mengetahui secara jelas rencana dan kegiatan gubernur, wakil gubernur dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan efektif. Informasi yang lengkap dan terkoordinasi memungkinkan pengambilan kebijakan yang komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian, koordinasi yang solid antara gubernur dan wakil gubernur sangat krusial agar pemerintahan daerah dapat berjalan dengan lebih efektif, efisien, dan mendukung keberhasilan pembangunan serta pelayanan publik. (*)