Ketua SMSI Babel Desak Kejari Usut Tuntas Dugaan Pungli PTSL di Desa Sekar Biru

Parittiga| Jejakkriminal.com – Kasus dugaan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Sekar Biru, Kecamatan Parittiga, Kabupaten Bangka Barat, menuai sorotan tajam. Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Suherman Saleh, mendesak Kejaksaan Negeri Bangka Barat untuk segera menyelidiki kasus yang telah mencederai kepercayaan publik terhadap program strategis nasional ini.

Menurut Suherman, dugaan pungli dalam program PTSL tidak bisa dianggap sepele. “Pungli adalah kejahatan yang menggerogoti sendi-sendi ketatanegaraan. Jika benar terjadi, maka ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang yang tidak bisa dibiarkan,” ujarnya tegas, Selasa (8/4/2025).

Ia menambahkan, jika hasil penyelidikan Kejaksaan nantinya membuktikan adanya pelanggaran hukum, maka aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat. “Jangan beri ruang bagi oknum-oknum yang menjadikan program pemerintah sebagai ladang mencari keuntungan pribadi,” lanjut Suherman.

Dugaan pungli mencuat setelah warga mengaku diminta uang hingga Rp700 ribu oleh Kepala Desa Sekar Biru, Bonar, untuk menerima sertifikat PTSL. Mirisnya, penyerahan sertifikat dilakukan di rumah pribadi sang kades pada malam hari, bukan di kantor desa sebagaimana seharusnya.

Seorang warga yang enggan disebut namanya menuturkan bahwa dirinya dipanggil malam-malam oleh Kades Bonar. “Saya baru dikasih sertifikat setelah menyerahkan uang Rp700 ribu. Saya bingung, takut juga, akhirnya saya bayar,” ujarnya lirih.

Hal serupa juga diceritakan warga lainnya. Ia meminta aparat mengumpulkan seluruh penerima sertifikat untuk dimintai keterangan. “Kalau mau tahu kebenarannya, tanyakan saja langsung ke warga. Jangan cuma diamkan,” katanya.

Kepala Desa Bonar hingga saat ini belum memberikan klarifikasi. Berbagai upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp oleh wartawan tidak direspons. Sementara itu, Camat Parittiga Adhian menyatakan baru akan memanggil Bonar untuk dimintai penjelasan, meski mengakui bahwa program PTSL adalah urusan antara desa dan BPN/ATR.

Suherman Saleh juga mengkritik sikap diam pejabat dalam kasus ini. Ia menilai, menutup akses informasi sama saja dengan menghalangi kerja jurnalistik. “Jangan nanti mereka bilang berita tidak berimbang, padahal kami sudah minta konfirmasi. Diam bisa dianggap pengakuan, dan itu membahayakan transparansi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Suherman mengingatkan bahwa PTSL merupakan program nasional yang biayanya telah ditetapkan melalui SKB Tiga Menteri, yakni maksimal Rp200 ribu untuk wilayah Sumatera. “Kalau ada yang minta sampai Rp700 ribu dan tidak resmi, itu bukan pelayanan—itu pungli,” pungkasnya.

SMSI Babel berharap Kejaksaan Negeri Bangka Barat segera bergerak cepat menindaklanjuti kasus ini, agar citra pelayanan publik, khususnya di desa-desa, tidak tercoreng oleh ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. (Yani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed