Kejagung Tahan Dua Pejabat Patra Niaga  

Jakarta| Jejakkriminal.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua pejabat PT Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka dalam kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun. Kedua tersangka tersebut adalah MK, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta EC, VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu, 26 Februari 2025, setelah penyidik menemukan bukti kuat keterlibatan mereka dalam manipulasi perdagangan minyak mentah. MK ditetapkan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-19/F.2/Fd.2/02/2025, sedangkan EC melalui Surat TAP-20/F.2/Fd.2/02/2025. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan, keduanya langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

Kapuspenkum Kejagung Harly Siregar menegaskan bahwa kasus ini merupakan salah satu skandal korupsi terbesar di sektor energi. “Para tersangka diduga melakukan berbagai manipulasi, mulai dari pembelian bahan bakar dengan spesifikasi lebih rendah tetapi dibayar dengan harga lebih tinggi, hingga penyalahgunaan mekanisme impor yang merugikan negara secara masif,” ujar Harly, Selasa (27/2).

Modus operandi yang digunakan adalah blending ilegal bahan bakar di terminal PT Orbit Terminal Merak. Tersangka MK dan EC diketahui mencampur RON 88 (Premium) dengan RON 92 (Pertamax), lalu menjualnya dengan harga lebih tinggi sebagai bahan bakar berkualitas premium.

Selain itu, mereka menyetujui skema impor minyak mentah dan BBM menggunakan mekanisme spot atau penunjukan langsung, bukan metode term atau berjangka yang lebih transparan dan murah. Akibatnya, Pertamina membayar harga impor yang jauh lebih mahal dari seharusnya.

Tidak hanya itu, MK dan EC juga terlibat dalam mark-up biaya pengiriman yang dikendalikan oleh YF, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping. Dalam skema ini, Pertamina dipaksa membayar fee tambahan sebesar 13% hingga 15% secara ilegal, yang kemudian mengalir ke pihak-pihak tertentu, termasuk MKAR dan DW yang diduga sebagai penerima manfaat utama.

Hasil penyelidikan mengungkap bahwa praktik korupsi ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun, yang berasal dari:

Ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui broker (DMUT): Rp2,7 triliun, impor BBM melalui broker (DMUT): Rp9 triliun, pemberian kompensasi (2023): Rp126 triliun, pemberian subsidi (2023): Rp21 triliun.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejagung memastikan kasus ini tidak berhenti di dua tersangka. “Penyidikan masih terus berkembang, dan kami tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru. Semua pihak yang terlibat akan kami tindak tegas,” kata Harly.

Publik kini menanti langkah tegas Kejagung dalam menuntaskan skandal yang mengguncang industri energi nasional ini. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed